Aku dari kecil memang tak bisa diam. Selalu ingin ke luar rumah, melihat sekeliling, mengeksplorasi diri dan lingkungan, serta bersahabat dengan banyak orang. Aku memang tak sama dengan adikku yang merasa cukup duduk manis di rumah dan menikmati segala yang ada di rumah. Tak ayal aku sering menjadi sasaran kemarahan orang tuaku. Sejak SMP aku mulai biasa pulang pagi. Aku bukan anak nakal yang menghabiskan waktu dengan hal negatif. Aku berorganisasi. Dan itu membuatku kelewat militan hingga sanggup pulang lewat tengah malam. Tetapi, aku menikmati semua itu. Kurasa denyut jantungku pun dipompa dari seabreg kegiatan yang kutekuni tersebut.
Ketika menikah, sepak terjangku otomatis berkurang drastis. Ada fase di mana aku merasa tertolak dan janggal melihat sekitarku. Dan ada fase di mana aku merasa bosan dengan hidupku yang itu-itu saja di dalam kehidupan domestik. Bersyukur, aku memiliki suami yang luar biasa pengertian sehingga pada akhirnya aku diberi ruang sosial yang sangat luas untuk dapat memenuhi kebutuhan jiwaku.
Dan entah apakah karena melihat gerakku yang tak bisa diam ini ataukah mungkin karena sebab lainnya (aku sendiri tak paham bagaimana awalnya), tiba-tiba seorang kawan bertanya kepadaku.
"Mbak, jika seks itu halal dilakukan di luar pernikahan, apa Mbak akan tetap menikah?"
Aku terperanjat mendengar pertanyaan ekstrim tersebut. Tapi aku tak lantas berpikir negatif. Pikiranku justru melayang pada masa-masa sulit di awal pernikahan, di mana aku harus ekstra beradaptasi dengan status dan peran baru. Betapa sulitnya aku waktu itu dengan berperan sebagai ibu rumah tangga an sich. With no public status at all!
Kembali lagi ke pertanyaan tadi.
Jujur, aku tak menganggap seks itu sebagai sesuatu yang teramat sangat penting. Hubunganku dengan suami menurut kami relatif normal, tidak menganggap seks sebagai rutinitas tetapi juga tidak meniadakannya. Tidak munafik, aku masih memiliki kebutuhan itu sebagai perempuan normal. Namun jika pun seks halal tanpa ikatan pernikahan, rasanya aku akan tetap menikah.
Mengapa?
Ya, karena seks bukan satu-satunya tujuan pernikahan. Esensinya pun bukan. Seks hanyalah sarana rekreasi dan reproduksi. Selain ibadah tentunya ya.. tapi aku kesampingkan dulu hal yang non debate seperti itu. Aku merasa nyaman dan aman dengan adanya seseorang yang selalu di sisiku. Aku membutuhkan teman hidup untuk berbagi. Aku juga membutuhkan seseorang untuk dicintai dan mencintai aku tanpa aku ragu untuk mengekspresikannya karena kami berada dalam sebuah ikatan yang sah. Cintaku untuknya, dan cintanya untukku. Dan tak ada yang mengganggu. Demikian harapannya. Aku tidak bisa terlibat dalam hubungan yang penuh dengan ketidakpastian. Itulah alasan-alasanku sehingga memutuskan untuk segera menikah dengan orang pertama yang serius melamar. Dan ini kurasa cukup sebagai jawaban awal, tentang pertanyaan tadi itu :)
Cukup dulu untuk malam ini.